SURAKARTA – Sekretariat DPRD Kota Surakarta menggelar Forum Konsultasi Publik (FKP) terkait Peninjauan Ulang Standar Pelayanan Tahun 2025 di Ruang Rapat Badan Anggaran DPRD Kota Surakarta, Selasa (4/3). Acara ini dibuka oleh Mukti Junianto, Anggota Komisi IV DPRD Kota Surakarta, yang menekankan pentingnya evaluasi standar pelayanan guna meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.

Sekretaris DPRD Kota Surakarta, Kinkin Sultanul Hakim, dalam paparannya menyampaikan berbagai aspek terkait standar pelayanan yang diterapkan oleh Sekretariat DPRD. “Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan Sekretariat DPRD semakin optimal dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Kinkin menjelaskan bahwa evaluasi ini mengacu pada berbagai regulasi terkait, termasuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, PP Nomor 96 Tahun 2012, serta berbagai peraturan daerah yang mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas.

Selain itu, Kinkin juga menyoroti pentingnya pelayanan yang inklusif dan ramah bagi kelompok rentan. “Kita tidak boleh melupakan kelompok rentan dalam pelayanan publik. Permenpan RB Nomor 11 Tahun 2024 telah mengatur bahwa setiap instansi wajib memberikan pelayanan yang memperhatikan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, Sekretariat DPRD berkomitmen untuk terus meningkatkan aksesibilitas dan transparansi layanan,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kinkin juga menjelaskan perkembangan standar pelayanan tahun 2025, di mana terdapat beberapa revisi dan penghapusan standar pelayanan yang kurang relevan, serta penambahan standar baru. “Untuk tahun 2025, terdapat tiga standar pelayanan utama yang akan difokuskan, yaitu Pelayanan Penerimaan Tamu Kunjungan Kerja, Pelayanan Audiensi, dan Inspeksi Mendadak (Sidak) Komisi. Fasilitasi magang dan penelitian tetap akan diterima, meskipun tidak diajukan sebagai standar pelayanan,” jelasnya.

Selanjutnya, sesi pemaparan dilanjutkan oleh Anita Damayanti, Ahli Muda Pranata Humas yang menjelaskan Standar Pelayanan (SP) Penerimaan Tamu dan Audiensi. Dalam paparannya, Anita menekankan mekanisme penerimaan tamu kunjungan kerja dan audiensi, termasuk sistem, prosedur, serta waktu pelayanan yang ditetapkan untuk memastikan kelancaran layanan bagi masyarakat dan stakeholder terkait.

Setelah itu, Effendi Maruli Simandjuntak, Ahli Muda Analis Kebijakan, memaparkan Standar Pelayanan Inspeksi Mendadak (Sidak). SP ini menjadi salah satu standar baru yang diajukan untuk tahun 2025, bertujuan meningkatkan efektivitas pengawasan oleh DPRD terhadap berbagai kebijakan dan program yang berjalan di Kota Surakarta.

Sesi Tanya Jawab dan Penyampaian Masukan

Sesi tanya jawab memberikan ruang bagi para peserta untuk menyampaikan masukan. Sri Sudarti, perwakilan dari Tim Advokasi Difabel, menyoroti pentingnya aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. “Saya melihat belum ada aksesibilitas yang memadai bagi disabilitas. Seharusnya dibuat plengsengan untuk kursi roda, serta lift dengan suara bagi penyandang tunanetra. Disabilitas tuli juga membutuhkan papan petunjuk yang jelas,” ujarnya.

Ia juga mengusulkan agar petugas pelayanan diberikan bimbingan teknis (bimtek) mengenai cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas, yang sebaiknya langsung diberikan oleh komunitas disabilitas.

Menanggapi hal ini, Kinkin menyatakan bahwa banyak hal terkait disabilitas yang harus disempurnakan dari waktu ke waktu. “Kita sudah membuat Detail Engineering Design (DED) untuk ruang-ruang di DPRD, tetapi karena keterbatasan anggaran, prioritasnya belum terlaksana,” jelasnya. Ia juga menyatakan akan mempertimbangkan penyelenggaraan bimtek bagi petugas pelayanan.

Yudha, perwakilan dari peserta magang, memberikan masukan mengenai Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). “Kami menemukan bahwa beberapa dokumen, seperti Perda Cagar Budaya, belum tersedia di JDIH. JDIH harus lebih diperbarui secara berkala agar bisa diakses oleh semua pihak,” katanya. Ia juga mempertanyakan keputusan untuk menghapus layanan magang dan penelitian dari standar pelayanan.

Kinkin menjelaskan bahwa jika suatu layanan dihapus dari SP, bukan berarti layanan tersebut ditiadakan. “Magang itu secara legalitas berada di bawah kewenangan BKPSDM, sehingga bukan menjadi SP di Sekretariat DPRD. Namun, layanan ini tetap akan diterima selama mengikuti regulasi yang ada,” paparnya.

Endang Wuryaningsih dari SMK N 1 Surakarta menyoroti kompleksitas alur layanan yang dipaparkan. “Alur pelayanan yang terlalu rumit justru akan membingungkan masyarakat. Harus ada penyederhanaan agar lebih mudah dipahami,” ujarnya. Menanggapi hal ini, Kinkin menyatakan bahwa alur tersebut disusun berdasarkan teori yang berlaku, namun pihaknya akan mengevaluasi kemungkinan penyederhanaan.

Arifin Rochman